Laman

Sabtu, 20 November 2010

5 Milyar Dana Bergulir PNPM MD Purworejo belum digulirkan ke pada Rumah Tangga Miskin

Secara Nasional program Nasional Pemberdayaan Masyrakat Desa sudah berlangsung hampir 2 tahun dimana dlam programnya terdiri Peningkatan Sarana dan Prasarana, Peningkatan Kualitas Hidup, dan Pemberdayaan Wanita melalui program Simpan Pinjam kelompok Wanita (SPP). Adapun SPP adalah merupakan dana Bergulir yang merupakan dana pinjaman dengan bunga pasar diperuntkukan bagi wanita yang berupa pinjaman kelompok. Pinjaman itu adalah sebesar maksimal 25% dari dana bantuan tiap kecamatan. Misalnya 500 juta untuk bantuan 2 Milyar, 250 juta untuk 1 Milyar, dan 750 Milyar untuk 3 Milyar yang Jumlahnya bervariasi.

Paling tidak ada 32 Milyar per tahun dana yang digulirkan untuk 15 kecamatan di Purworejo, sehingga dana yang dikucurkan untuk SPP adalah 8 Milyar Rupiah. Jadi apabila dana yang bergulir itu tersimpan di bank Umum dan bukan dicairkan hamper 5 Juta berapa persen dana pinjaman yang digulirkan dari perguliran pertama digulirkan kembali, padahal dalam Bank Pun Reserve Requiremen saja bias mencapai 2 % saja, bahkan sebesar-besarnya 15 %. Jadi merupakan kritik terhadap kerja Unit Pengelola Kegiatan yang menggelola dana tersebut. Padahal RR 0 pun PNPM tidaka ada persoaln, dan ditambah NPL yang cukup rendah dibawah 10 %.
Ini menjadi catatan tajam bagi Faskab, FasKeu, fasilitator kecamatan dan UPK yang mengelola dana tersebut, karena ukuran kesehatan keuangan bukan ukuran keberhasilan, jadi kalo prosentase dana yang disimpan di Bank Umum daripada yang digulirkan sama saja maka fungsi Intermediasinya tidak berjalan. Karena bahwa dibentuknya program SPP adalah untuk meningkatkan sumber dana yang dibutuhkan masyarakat miskin dalam bentuk bantuan pinjaman murah, kecil dan bergulir.
Ini merupakan catatan bahwa dana opersioanal Unit Pengelola kegiatan (UPK) yang 2 %, bukan hanya diperoleh dari dana bantuan pusat, dan begitupula peran FK dan UPK dalam Mendorong kinerja TPk (Tim Pengelola Kegaitan) dimana TPK mendapatkan dana operasional 3%. Dana yang cukup besar bila pergulirannya optimal.
Bekum kesempatan untuk menarik dana ketiga baik dari rakyat, lembaga keuangan bank dan non bank, lembaga swata dalam bentuk kemitraan memungkinkan untuk dilakukan, karena seharusnya pabila sudah mencapai 2 Milyar per kecamatan harusnya dana sudah dihentikan agar tidak memunculkan masalah baru dalam perkreditan.
Peningkatan Kualitas hidup dan kapasitas UMKM perlu dittingkatkan yang selama ini tidak tersentuh PNPM secara fundamental, belum menjadi program yang serius diprioritskan. Peningkatan manajemen Pemasaran dan sosialisasi yang selama ini dibenatu desa tidak hanya berkutat seperti itu, seakan-akan UPK sebagai insane kredit justru menjadi petugas Kecamatan bukan lembaga pendanaan mikro finance yang harusnya professional.
UPK lebih banyak melakukan dana pencairan bantuan untuk Sarana Prasarana dan peningkatan Kualitas Hidup daripada dana bergulir, karena sebenarnya peran FK, FT dan Pendamping local lebih berperanan dalam memfasilitasi program tersebut, karena program tersebut hanya merupakan program penarik saja, karena program itru akan berakhir dan tanpa SPP pendanaan program jangka panjang untuk sarpras dan PKH tidak dapat kembali, Karena logikanya apabila 75% dana untuk non SPP, pasti akan kembali dari optimalnya SPP dalam kurun waktu kurang dari satu dasawarsa.
Analisa CAMEL memang efektif untuk mengetahui sehat tidaknya UPK namun sebenarnya tanpa anlisis CAMEL itu sendiri UPK adlah sehat, Cuma rawan penyimpangan dan korupsi. Karena prasyarat perhitungan CAMEl belum sempurna karena belum ada dana pihak ketiga yang tidak menuntut likuiditas, sedangkan dana PNPM untuk perguliran SPP dapat diperkirakan secara akurat, karena perguliran, cicilan, jasa pinjamna, IPTW dapat terukur waktu dan pembayaranya, serta perguliran tahap berikutnya.
Kesehatan keuangan dana bergulir jangan di salah artikan karena kemalasan UPK untuk melakukan ekspansi kridit usaha kecil mikro dan menengah dengan sasaran rumah tangga miskin. Sedangkan sasaran akhir dari Kebiajakn PNPM mandiri adlah, meningkatkan pendapatan, Lapangan kerja baru, stabilitas tingkat bunga dan harga pada umumnya, sehingga sasarannya bukan kesehatan keuangan UPK namun adalah transmisi kebijakan moneter menuju sector riel, dan intremediasi perbangakan untuk menghidarkan penyaluran dana kredit perbankan untuk membeli Surat berhrga bang Indonesia, atau sertfikat bank Indonesia, yang dalam perbankan disebut sebagai moral hazard. Karena bunga SBI bagi bank adalah pendapatan, s edangkan kredit yang justru menjadi sasaran kebijakan kebijakan moneter tidak terjadi karena memiliki resiko kredit macet. Namun resiko kredit macet adalah merupakan resiko yang harus diambil oleh perbankan dan lembaga keuangan, sehingga ada pepatah mengatakan High risk high Profit.
Tulisan ini merupakan kritik positif bagi peningkatan kinerja pemberdayaan masyarakat, dan usaha mendorong sector riil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar